
Laura Fernee adalah perempuan berpendidikan tinggi, lulusan PhD atau
Strata 3 di bidang sains. Pada 2008-2011 ia bekerja sebagai peneliti di
laboratorium medis dengan gaji US$ 47 ribu atau Rp 458 juta setahun.
Lumayan.
Namun, sudah 2 tahun belakangan, perempuan 33 tahun itu
menjadi pengangguran. Ia mengaku, itu gara-gara tampangnya yang terlalu
cantik dan menarik. Hah?!
Laura mengklaim, penampilannya itu
yang menciptakan "masalah besar" di tempat kerjanya. Hingga akhirnya ia
tak punya pilihan lain: keluar. Sebab, komentar dari rekan-rekan
kerjanya tentang fisiknya yang menarik sudah dirasa kelewatan.
"Aku
bukan orang malas atau bimbo (istilah bagi perempuan yang memanfaatkan
daya tarik se--k-s-u-4-l daripada otaknya)," kata dia, seperti dimuat News.com.au, Selasa (21/5/2013).
"Yang
benar, penampilanku yang menarik menyebabkan masalah besar. Jadi saat
itu aku memutuskan pekerjaan itu tak cocok untukku. Itu bukan salahku...
Aku tak bisa memutuskan seperti apa penampilanku."
Laura mengaku
merasa trauma saat pria-pria yang tertarik padanya meninggalkan "hadiah
romantis" di mejanya. "Para kolega priaku hanya tertarik dengan
penampilan. Padahal aku ingin mereka mengakui pencapaian dan
profesionalitasku. Namun, yang mereka perhatikan hanya wajah dan
t-u-b-u-h-k-u," kata dia.
Bahkan, Laura mengaku, perhatian berlebihan
tak berhenti didapatnya meski ia sedang memakai jas laboratorium tanpa
rias wajah sekalipun. "Mereka tetap mengerumuniku karena daya tarik
alamiahku. Aku tak bisa melakukan apapun untuk menghentikannya."
Dicemburui
Sebaliknya,
Laura mengaku kolega perempuannya iri dan cemburu dengan penampilannya.
"Mereka perpendapat karena cantik, aku pasti bodoh. Mereka tak
menganggapku serius pada awalnya," kata dia.
Namun, dia
menambahkan, "Saat mereka menyadari performa pekerjaanku baik, bahkan
mungkin lebih baik dari yang lain, mereka makin membenciku," kata Laura.
"Mereka jarang mengundangku makan siang bersama atau minum-minum
sepulang kerja."
Suatu hari, dalam sebuah pertemuan, "Para kolega
perempuan memintaku duduk berjauhan, karena para pria me-m-a-n-da-ngi-ku,
bukan mereka," klaim dia.
Laura mengatakan, seberapapun ia
menyukai pekerjaannya, berangkat kerja menjadi hal yang sulit baginya.
Karena tekanan psikologis yang ia alami.
Daily Mirror
melaporkan, orangtua Laura yang sudah pensiun, Chaterine (65) dan Alan
(70) menanggung biaya hidup putri mereka yang semestinya sudah bisa
mandiri. Termasuk US$ 3.110 atau Rp 30 juta untuk sewa rumah dan
kebutuhan sehari-hari, dan US$ 2.330 atau Rp 22 juta untuk membeli
pakaian.
"Aku tahu, orang menghakimiku karena tidak bekerja.
Tapi mereka telah menganggap remeh 'kutukan' untuk orang-orang
berpenampilan menarik di tempat kerja," kata Laura, bersikeras.
"Orang-orang pasti berpikir, bukannya enak punya penampilan menarik?
Padahal ada konsekuensi yang serius."
(Ein/*)
sumber | wowunic.blogspot.com | http://news.liputan6.com/read/592174/kutukan-terlalu-cantik-peneliti-lulusan-s3-jadi-pengangguran