Ada juga kisah balita dari Brooklyn dan nenek berumur 56 tahun yang dirawat dirawat beberapa jam di Rumah Sakit Cornwall St Luke lalu diperbolehkan pulang. Tagihan yang diberikan pihak rumah sakit amat bombastis, yaitu lebih dari US$ 4.000 atau sekitar Rp 440 juta.
Dalam tagihan tersebut, biaya infus dipatok sebesar US$ 787 atau sekitar Rp 8,5 juta untuk dewasa dan US$ 393 atau sekitar Rp 4,26 juta untuk anak-anak. Perbedaan dalam jumlah garam yang diinfus, biasanya kurang dari seliter, sudah membuat selisih beberapa ratus dolar.
Tricia O'Malley, juru bicara rumah sakit, tidak mau mengungkapkan berapa harga per kantong infus yang dibebankan kepada pasien tanpa asuransi. Setelah keluarga pasien mengeluh kepada Medicaid, jaminan kesehatan dari pemerintah, tagihan tersebut akhirnya dicover oleh Medicaid.
Ada juga kasus pasien di Rumah Sakit White Plains yang memiliki asuransi swasta dari Aetna. Dia dikenakan tagihan sebanyak US$ 91 atau sekitar Rp 1 juta hanya untuk sekantung infus merek Hospira yang harganya aslinya mungkin hanya 86 sen atau sekitar Rp 9.326.
Menurut juru bicara rumah sakit, Eliza O'Neill, markup tersebut wajar adanya karena pihak rumah sakit tidak hanya mengenakan biaya infus, tetapi ada banyak proses terkait seperti pengadaan, penanganan dan penyimpanan biomedis. Tagihan infus ini belum ditambah dengan biaya administrasi dan layanan gawat darurat.
Kasus lainnya, seorang ahli anastesi bernama dr Frost menghabiskan 3 hari di rumah sakit yang sama. Berkat asuransi United HealthCare, dia hanya membayar US$ 8 atau sekitar Rp 88 ribu. Namun, ia bingung dengan biaya total perawatannya yang mencapai US$ 6.844 atau sekitar Rp 74,3 juta, termasuk biaya 6 liter infus yang mencapai US$ 546 atau sekitar Rp 5,9 juta.
"Ini benar-benar tidak masuk akal. Itulah air garam," katanya mengomentari perawatan medis di AS yang memang terkenal mencekik leher seperti dilansir New York Times, Selasa (27/8/2013).
Di tahun 2013, batasan untuk harga jual seliter cairan infus adalah US$ 1,07 atau Rp 11.600. Sedangkan di tahun 2010, harganya cuma 46 sen atau sekitar Rp 5.000. Kenaikan harga ini dilakukan dengan dalih meningkatnya harga bahan baku dan transportasi.
Satu liter kantung infus biasanya mengandung 9 gram atau kurang dari dua sendok teh garam. Kebanyakan garamnya diambil dari penyimpanan garam bawah tanah di Salt Morton di Rittman, Ohio. Perusahaan seperti Baxter dan Hospira memproduksi infus di bawah standar yang ditetapkan Food and Drug Administration.
Beberapa rumah sakit menegosiasikan kesepakatan harga sendiri, ada juga yang bergantung pada perantara, yaitu kelompok pembeli yang menegosiasikan kontrak. Ada juga distributor raksasa yang membeli dan menyimpan obat-obatan, lalu menyalurkannya ke rumah sakit.
Para kritikus mengatakan bahwa tengkulak tidak hanya mengambil untung, tapi juga ingin menjaga harga tetap tinggi dengan meminimalisir persaingan. Ada 3 organisasi yang 'memegang' lebih dari separuh obat-obatan yang dijual di AS, termasuk infus yang dibeli oleh distributor besar.
Debbie Mitchell, juru bicara Cardinal Health, salah satu dari 3 distributor besar tersebut, mengatakan bahwa pihaknya tidak bisa membahas harga karena adanya aturan yang terkait hubungan dengan investor. Distributor menawarkan harga yang bervariasi atas produk yang sama kepada rumah sakit.
"Orang-orang terkejut ketika mendengar bahwa sebenarnya harga sekantung larutan garam jauh lebih sedikit daripada secangkir kopi di pagi hari," kata Deborah Spak, juru bicara Baxter International, salah satu dari 3 perusahaan farmasi memproduksi kantung infus di AS.
Spak menegaskan bahwa informasi tentang harga larutan garam sebenarnya bersifat rahasia. Namun produsen wajib melaporkan harga tersebut setiap tahun kepada pemerintah federal untuk membuat dasar pembiayaan Medicare, program jaminan kesehatan nasional.
(pah/up)
sumber | oke77.blogspot.com | http://health.detik.com/read/2013/08/28/132846/2343007/763/gila-6-liter-cairan-infus-di-as-dijual-rp-6-juta-ke-pasien?l992203755
total komentar :
|